Friday, April 27, 2012

Spiritualitas Perdamaian

Judul buku : Peacework (Mengakarkan Budaya Damai, Doa-Perlawanan-Komunitas)
Penulis : Henri Nouwen
Penerjemah : C. B. Kriswanto Pr dan G. Kriswanta Pr
Penerbit : Kanisius
Cetakan I : Juni 2007
Tebal : 168 halaman

Spiritualitas Perdamaian
Oleh: Ade Irman Susanto

Buku yang menuliskan akan pengalaman hidup dan hati seorang Henri Nowen yang peduli dan prihatin terhadap bentuk pederitaan di dunia. Banyak orang membicarakan perdamaian tetapi belum banyak orang yang secara intens membahas gagasan perdamaian hingga pada aspek pejuang perdamaian sebagai bentuk upaya mengakarkan budaya damai. Di antara sedikit orang yang menyatakan gagasan perdamaian, ada yang memfokuskan gagasan perdamaian pada konsep berdamai dengan alam dan ada pula yang menggagas konsep perdamaian terkait dengan kekerasan orang.



Damai yaitu sebagai tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan dan kalaupun ada konflik tetapi konflik tersebut adalah konflik non kekerasan atau transformasi konflik. Dalam konsep perdamaian sebagai anti kekerasan inilah Nouwen menuangkan tulisannya tentang aspek penting bagi para pejuang perdamaian.

Nouwen menyajikan menu perdamaian yang terinspirasi dari keprihatinan terhadap penggunaan nuklir dalam perang yang menelan banyak korban seperti halnya di Herosima dan berbagai peristiwa pembunuhan yang dipandangnya sebagai tindakan tidak manusiawi yang pelakunya tidak lain di antaranya adalah orang yang meyakini kepada kebenaran Kristen. Sebagai seorang Kristen, ia menggali gagasan perdamaian berdasarkan Alkitab dan Yesus sebagai prototype pembawa damai, selanjutnya memotivasi para pelaku damai harus memiliki jiwa perdamaian yang bersumber dari dasar gagasan tersebut.

Damai adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia yang berlandaskan kasih tanpa syarat dan selanjutnya kasih tersebut diaktualisasikan oleh manusia bukan hanya dengan mengasihi Allah tetapi juga mengasihi sesamanya sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan perang dan kekerasan, damai merupakan tidak adanya perang atau adu senjata dan berkurangnya hingga tidak ada kekerasan lagi. Perang dipahami sebagai perangkap yang membawa manusia kepada kekuatan maut yang akan memusnahkan sejarah manusia, sedangkan kekerasan merupakan berbagai bentuk tindakan maupun pikiran yang mengawali tindakan tidak memanusiawikan manusia atau penilaian abstrak terhadap sesama manusia. Kekerasan dalam bentuk tindakan merupakan kekerasan fisik dan kekerasan dalam bentuk pikiran disebut sebagai kekerasan mental yang merupakan proses awal dari kekerasan fisik.

Nouwen menandaskan bahwa Allah adalah sumber damai dan setiap orang Kristen seharusnya adalah pembawa damai serta menjadikannya sebagai gaya hidup karena ia adalah anak Allah. Sebagai pembawa maupun pelaku perdamaian, umat mewujudkan upaya membawa damai. Sangat menarik dan sangat perlu diperhatikan bahwa Nouwen memberikan tiga suplemen penting sebagai seorang pejuang perdamaian yaitu doa, perlawanan dan menciptakan komunitas damai.

Doa merupakan hal penting yang ditekankan oleh Nouwen bagi pejuang perdamaian karena seseorang yang menjadi pekerja pembawa damai perlu memiliki spiritualitas rohani yang baik dengan Tuhan. Damai hanya dapat dicapai kalau kita dekat dengan Tuhan. Ini merupakan gagasan dasar yang sangat baik. Dalam doa, upaya membawa damai yang dipahami akan memutuskan rantai kejahatan dan menyadarkan manusia akan dosa-dosa perang dan kekerasan. Berdoa berarti meninggalkan tempat orang-orang yang membenci damai dan masuk di rumah Tuhan yang penuh damai dan kasih. Damai tidak dapat diwujudkan bila tidak ada damai dalam hati. Gagasan ini memberi pemahaman menarik mengenai doa dalam spiritualitas perdamaian bukan sekedar berkaitan dengan kesalehan religius hubungan antara manusia dengan Allah tetapi doa merupakan bentuk terciptanya damai dalam batin bagi pelakunya dan memotivasi pelaku tersebut mengaktualisasikan kedamaian terdalam dalam praktek hidup sehari-hari.

Suplemen kedua bagi seorang pembawa damai adalah memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kekuatan maut yaitu kekuatan yang memutuskan rantai hidup manusia yang membawanya pada kematian, perang dan kekerasan. Perlawanan tersebut diaktualisasikan dengan menyatakan “tidak” untuk perang dan “ya” untuk menumbuhkan kehidupan, keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dengan dasar kasih Allah yang telah tinggal diri anak-anakNya. Sedangkan perlawanan terhadap kekerasan tidak mengikuti modus melawan kekerasan dengan kekerasan karena bila demikian kekerasan tersebut akan menimbulkan bentuk kekerasan yang lain. Perlawanan kekerasan dilaksanakan dengan bentuk menobatkan musuh, berbagi hidup, keterbukaan dan kerendahan hati serta tanpa senjata dan kekuasaan.

Perlawanan dilaksanakan dengan mewartakan kasih Kristus. Hanya saja dalam hal perlawanan terhadap kekuatan maut dan kekerasan, Nouwen tidak memberi gambaran terhadap kekerasan massif sekalipun gagasan perdamaian dalam konsepnya telah merambah pada hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya. Pengamatannya masih terbatas pada pihak berkuasa yang melakukan kekerasan dan setiap orang memiliki kekuasaan untuk menghentikan perang dengan doa, perlawanan dan komunitas damai. Bagaimana bentuk perlawanan para pembawa damai bila negaranya sendiri sebagai pihak yang diserang? Hal ini perlu mendapat perhatian.
Suplemen ketiga yang merupakan nilai plus dari buku Nouwen bahwa perjuangan perdamaian bukan sekedar perjuangan individualis melainkan dilaksanakan bersama-sama serta dengan menciptakan komunitas pembawa damai sehingga setiap orang pada akhirnya adalah pembawa damai atau lebih spesifik lagi bahwa semua anak-anak Allah sadar akan tugas dan tanggung jawabnya dalam mewartakan damai.

Dari keseluruhan isi buku ini menarik bahwa Nouwen menggagas konsep spiritualitas perdamaian sebagai pendidikan perdamaian. Pendidikan tesebut tidak sekedar mengacu pada pendidikan formal tentang perdamaian atau mengadakan seminar berbau perdamaian tetapi yang lebih penting adalah pada aktualisasi perdamaian dalam tindakan menghargai memanusiakan manusia dari empati hingga tindakan menolong dalam perilaku hidup sehari-hari yang sering dilakukan tapi kurang disadari. Pendidikan perdamaian adalah pendidikan yang mempunyai proses, bersifat melibatkan masyarakat dari semua golongan, mengaitkan dengan pengalaman nyata masyarakat yang dilakukan dengan cara pendidikan orang dewasa sehingga menimbulkan kesadaran kritis dan memampukan naradidik untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan mereka yang dalam hal ini adalah perdamaian.

Nouwen juga mengutarakan konsep perdamaian dengan mencari akar permasalahan mengapa perlu mengakarkan perdamaian. Ia mencoba mencari akar kekerasan dan mengambil sikap yang tegas menolak perang serta membawa pelaku maupun yang memotivator kekerasan dan perang pada pertobatan. Di sinilah arti dari mengasihi musuh hendak dinyatakan. Melawannya musuh tidak dengan kekerasan karena hanya akan meminbulkan bentuk kekerasan baru. Musuh juga harus dikasihi. Ia juga menguak fakta bahwa kekerasan ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang merancangkan atau melakukan kekerasan tetapi bahwa orang menyatakan diri sebagai pembawa damai pun dapat mengibarkan bendera kekerasan di antara sesama pelaku perdamaian ketika upaya damai yang mereka wujudkan masih diboncengi dengan kepentingan tertentu atau perasaan ingin dihargai. Hal ini perlu diingat bagi para pekerja perdamaian.

Buku ini ditulis Henri bukan hanya diperkaya dengan pendekatan Alkitabiah tetapi juga mendapat cipratan pendekatan psikologis dan mengaplikasikan teks-tesk Alkitab ke konteks dengan bahasa sederhana dan mengambil contoh-contoh konkrit dari perilaku hidup sehari-hari. Sehingga, buku ini mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai kalangan umat Kristen.

Namun spiritualitas perdamaian yang ditawarkan oleh Nouwen berpijak pada spiritualis perdamaian “Kristen” atau mengacu pada Alkitab dan pelayanan Yesus menyadari identitas Nouwen sebagai seorang kristiani dan citra orang Kristen sangat kental dalam tulisannya. Kerangka berpikir Nouwen dengan mudah diterima oleh pembaca Kristen. Bagi pembaca non Kristen yang mengerti sebagian tentang kekristenan atau sama sekali tidak mengerti dan telah memiliki pemahaman tentang konsep damai dari agamanya bisa jadi tidak sepaham, bertentangan atau menolak sama sekali konsep spiritualitas perdamaian tersebut maupun tiga suplemen penting bagi pejuang perdamaian.

Setiap orang Kristen harus menjadi pembawa damai karena ia adalah anak Allah yang adalah sumber damai sehingga damai menjadi gaya hidup anak Allah, tetapi belum tentu orang yang menyebut diri atau memiliki identitas sebagai seorang Kristen dengan mudah menjadi pelaku perdamaian tanpa ia menjadi Kristen sejati dan mampu memanusiawikan manusia dengan menerapkan kasih agape yang telah diteladankan oleh Yesus. Pandangan Nouwen dapat dikatakan terlalu “sempurna” apalagi dalam komunitas Kristen pun sangat heterogen.

Tawaran Nouwen tersebut sangat berlatar belakang Barat, seolah-olah semua negara adidaya yang memamerkan senjata Nuklirnya, yang seolah-olah agama Kristen adalah mayoritas, sehingga dengan mudah menyampaikan ide-ide Kristen dengan bebasnya. Seolah-olah semua persoalan perdamaian bisa dihentikan dengan cara-cara yang ditawarkan. Nouwen lebih banyak melihat usahanya dari akarnya yaitu pencegahan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh manusia dari dalam dirinya, dan memang bukunya lebih efektif dalam rangka menghilangkan akar kekerasan. Tetapi belum banyak bersikap tegas terhadap kekerasan oleh bangsa lain dan sikap apa yang harus diambil oleh bangsa yang diserang sebagai anak bangsa, sebagai warga negara dan bukan hanya sebagai pribadi yang lepas dari ikatan negara seperti dirinya yang rohaniwan.

3 comments:

Anonymous said...

Bahasanmu sangat mendalam mas. benar bahwa semua bukua H. Nouwen adalah buku spiritualitas, dan bukan buku budaya atau sosial. Maka benar, bahwa bahasannya belm lah holistik.

Ade Irman Susanto said...

terima kasih komennya,

Pratomo N Soetrana said...

Terima kasih banyak, mas Ade "Peaceman", atas sinopsi ini. Juga terima kasih pemberi komen atas sinopsi ini.
Tentang perenungan pelatihan/ matakuliah "Spiritualitas Perdamaian", kami di PSPP dan Prodi Studi Kajian Konflik & Perdamaian (KKP)sejak 2013 melengkapi dengan buku (1) Lintas Iman Dialog Spiritual, Hasan Askari; dan (2) Spiritualitas Tanpa Tuhan, Andre Comte-Sponville.